KAJIAN
TAFSIR MAJID AN NUR KARYA PEMBAHARU TM. HASBI ASH SHIDDIEQY
Makalah ini
diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Literatur Tafsir Indonesia pada Prodi
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakutas Ushuluddin
Dosen
Pengampu:
Dr.
Hasani Ahmad Said, M.A
Kelompok 8:
IQTAF/7C
Disusun oleh:
Ayi Syahfitri
|
11150340000277
|
Shoba Qudsiyyah
|
11150340000162
|
Nurhabibah
|
11150340000306
|
Fatimatuz
Zahro
|
11150340000248
|
PRODI
ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS
USHULUDDIN
UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulillahirabbil’alamin...segala puji syukur hanya bagi Allah. Tidak ada daya dan
upaya selain dari-Nya.Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya
dalam mengarungi kehidupan ini. Shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikutinya
sampai akhir zaman dimanapun mereka berbada.
Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari kehendak-Nya,
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah ini ber judul “
Kajian
Tafsir Majid An Nur Karya Pembaharu Tm. Hasbi Ash Shiddieqy”. Semoga
makalah ini dapat dijadikan acuan dalam meteri-materi yang terkait dengan apa
yang kami bahas ini.
Harapan penulis kepada pembaca yaitu agar makalah ini
dapat menambah wawasan pengetahuan, memahami hal-hal yang berkaitan dengan “Kajian
Tafsir Majid An Nur Karya Pembaharu Tm. Hasbi Ash Shiddieqy”, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal
tersebut. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk penyusunan
makalah yang sempurna pada masa yang akan datang.
Ciputat, 09 November 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Biografi Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy
B. Rihlah Ilmiah
C. Karya-karya Ilmiah
D.
Seputar Tafsir
a.
Data Filologi
b.
Latar Belakang Penulisan Tafsir
c.
Sistematika Penulisan
E.
Karakteristik Tafsir Majid an Nur
a.
Manhaj (Pendekatan
b.
Thoriqoh (metode
c.
Laun (Corak/warna)
F. Contoh Penafsiran
G. Kelebihan dan Kekurangan TafsirBAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalalm
tradisi Islam, tafsir adalah khazanah yang kaya raya. Dapat dibanyangkan dari
dulu sampai sekarang ada ratusan bahkan ribuan buku-buku tafsir yang hadir dari
berbagai mazhab, aliran, sekte. Kebutuhan terhadap tafsir menjadi penting,
bahkan sampai halnya dengan kebutuhan terhadap kitab suci.
Dalam
sejarah tafsir Indonesia, tafsir an-Nur karya Hasbi ash-Shiddiqiey ini oleh
Federspiel di kelompokkan pada tafsir generasi kedua. Hasbi aash-shiddiqiey
adalah tokoh yang tidak ketinggalan menelurkan karyanya dalam bidang tafsir
al-Quran. Dengan metode dan coraknya sendiri, ia berupa untuk melengkapi
kebutuhan umat dalam konteks zamannya atau kalau masih mampu untuk kita katakan
untuk zaman sesudahnya dalam usaha memahami pesan-pesan yang ada dibalik teks
suci.[1]
Hasbi
ash-Shiddieqy adalah tokoh yang produktif menggagas ide pemikirannya di dalam keislaman.
Beliau adalah tokoh yang memiliki disiplin keilmuan yang baik dan menguasai
berbagai disiplin ilmu terutama pada bidang tafsir di Indonesia. Beliau adalah
orang yang kritis dan karena kekritisannya itu ia menjadi anggota salah satu
partai besar di Indonesia.
Hasbi
ash-Shiddieqy merupakan tokoh penting dalam perkembangan tafsir di Indonesia,
karena buah karya tafsirnya “Majid an-Nur” menjadi karya tafsir pertama yang
sempurna disusun 30 Juz lengkap.
Tafsir
Majid an-Nur adalah salat satu literatur tafsir yang mudah untuk dipahami karna
menggunakan penjelasan disetiap tafsirnya. Selain itu, dalam tafsirnya Hasbi
ash-Shiddieqy menggunakan metode dan corak yang berguna untuk kita dalam
menambah pengetahuan kita tentang makna dari ayat al-Quran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy?
2. Bagaimana Rihlah Ilmiah Teungku Muhammad Hasbi
Ash Shiddieqy?
3. Apa saja Karya-karya Ilmiah Teungku Muhammad Hasbi
Ash Shiddieqy?
4. Bagaimana Keadaan Filologi dan Latar Belakang dan Sistematika Penulisan Penulisan Tafsirnya?
5. Bagaimana Karakteristik, Manhaj
(Pendekatan), Thoriqoh (metode), Laun
(Corak) Tafsir
Majid an Nur?
6. Bagaimana Contoh pengaplikasian tafsirnya?
7. Apa saja Kelebihan dan
Kekurangan Tafsir Majid an Nur?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Biografi
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
2. Untuk Mengetahui Rihlah
Ilmiah Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
3. Untuk Mengetahui Karya-karya
Ilmiah Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
4. Untuk Mengetahui Keadaan Filologi dan Latar Belakang dan Sistematika Penulisan Penulisan Tafsirnya
5. Untuk Mengetahui Karakteristik, Manhaj
(Pendekatan), Thoriqoh (metode), Laun
(Corak) Tafsir
Majid an Nur
6. Untuk Mengetahui Contoh
pengaplikasian tafsirnya
7. Untuk Mengetahui Kelebihan
dan Kekurangan Tafsir Majid an Nur
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi TM Hasbi ash Shiddieqy
Prof.
DR. Hasbi al Shiddieqy lahir di Lhokseumawe[2],
22 Zulhijjah 1321 H/ 10 Maret 1904 M. Ayahnya bernama Teungku[3]
Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein Ibnu Muhammad Su’ud, dan ibunya bernama
Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz. Ayahnya merupakan seorang ulama terkenal di kampungnya
dan mempunyai sebuah pesantren (meunasah), sedangkan ibunya merupakan
putri seorang Qadhi yaitu Teungku Abdul Aziz, pemangku jabatan Chik Maharaja
Mangkubumi Kesultanan Aceh ketika itu.
Ia
juga keponakan Abdul Jalil yang bergelar Teungku Chik di Awe Geulah, seorang
ulama pejuang bersama Teungku Tapa ketika pertempuran Aceh melawan Belanda.
Teungku Chik di Awe Geulah, oleh masyarakat Aceh Utara dianggap sebagai seorang
wali yang dikeramatkan. [4]
Menurut
silsilah, Hasbi al Shiddieqy juga merupakan keturunan Abu Bakar al Shiddieqy
(573-634 M/ 13 H), khalifah pertama. Ia sebagai generasi ke 37 dari khalifah
tersebut.[5]
Oleh sebab itu sejak tahun 1925 M atas saran Syeikh Muhammad ibn Salim al
Kalaligelar Ash Shiddieqy dijadikan sebagai nama keluarganya. Ketika usianya
menginjak 6 tahun, ibunya meninggal dunia (w. 1910 M), sejak saat itu ia di
asuh oleh bibinya yaitu Teungku Syamsiah. Namun hanya selama 2 tahun ia berada
dalam asuhan bibinya, karena Teungku Syamsiah wafat pada tahun 1912 M yaitu
tepat dua tahun setelah ibunya meninggal dunia. Sepeninggal Teungku syam, Hasbi
tidak kembali ke rumah ayahnya yang telah menikah lagi, melainkan ia lebih
memilih tinggal dengan kakaknya yaitu Teungku Maneh, bahkan sering tidur di Meunasah[6]
sampai kemudian pergi nyantri dari pesantren ke pesantren.[7]
Pada
tanggal 5 Zulhijjah 1395 H/ 9 Desember 1975 M, ketika ia berusia 71 tahun,
setelah beberapa kali memasuki karantina haji, dalam rangka menunaikan ibadah
haji, beliau berpulang ke rahmatullah. Beliau meninggal di Rumah Sakit Islam
Jakarta dan jasad beliau di makamkan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat
Jakarta.[8]
B. Rihlah Ilmiah.
Pendidikan
agamanya diawali di pesantren milik ayahnya. Kemudian selama 20 tahun ia
mengunjungi berbagai pesantren dari satu kota ke kota lain. Pengetahuan bahasa
Arabnya ia peroleh dari Syeikh Muhammad ibn Salim al Kalali[9],
seorang ulama berkebangsaan Arab. Pada tahun 1926, ia berangkat ke Surabaya dan
melanjutkan pendidikan ke Madrasah Mu’allimin al
Ishlah wa al Irsyad, sebuah organisasi keagamaan yang
didirikan oleh Syeikh Ahmad Soorkati (1874-1943 M), ulama yang berasal dari
Sudan yang mempunyai pemikiran modern ketika itu. Disini ia mengambil pelajaran
takhassus (spesialisasi) dalam bidang pendidikan dan bahasa, pendidikan
ini dilaluinya selama 2 tahun. Al-Ustadz Umar Hubes pemimpin Madrasah
Al Irsyad dan merupakan salah seorang murid dari Syekh Ahmad
Surkati
dan Syeikh Ahmad Soorkati inilah yang ikut berperan dalam
membentuk pemikirannya yang modern sehingga, setelah kembalinya ke Aceh, Hasbi
Ash Shiddieqy langsung bergabung dalam keanggotaan organisasi Muhammadiyah.
Pada
zaman demokrasi liberal, ia terlibat secara aktif mewakili partai Masyumi. (Majelis
Syuro Muslimin Indonesia) dalam perdebatan ideologi di Konstituante[10].
Pada tahun 1951, ia menetap di Yogyakarta dan mengkonsentrasikan diri dalam
bidang pendidikan. Pada tahun 1960, ia diangkat menjadi dekan Fakultas Syari’ah
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Jabatan ini dipegangnya hingga tahun 1972.
Kedalaman pengetahuan keislamannya dan pengakuan ketokohannya sebagai ulama
terlihat dari beberapa gelar doktor (honoris causa) yang diterimanya,
seperti dari Universitas Islam Bandung pada 22 Maret 1975 dan dari IAIN Sunan
Kalijaga pada 29 Oktober 1975. Sebelumnya, pada tahun 1960, ia diangkat sebagai
guru besar dalam bidang ilmu hadits di IAIN Sunan Kalijaga. Pemberian gelar
doktor Hctersebut didasarkan kepada lima jasa yang dimiliki oleh beliau, yakni:
1. Pembinaan IAIN
2. Perkembangan Ilmu Agama Islam
3. Jasa-jasa beliau kepada masyarakat
4. Pokok-pokok pemikiran beliau tentang
cita-cita hukumIslam
5. Pendapat-pendapat beliau tentang
beberapa masalah hukum
Sementara
gelar Professor dalam bidang ilmu Hadits, ia peroleh tahun 1962 berdasarkan
Surat Keputusan Mentri Agama No. B.IV. I/37-92 tanggal 30 Juli 1962 dan
dikukuhkan dengan keputusan Presiden RI No. 71/M-1 tanggal 22 Mei 1963.
C. Karya Ilmiah
Hasbi
Ash Shiddieqy merupakan seorang ulama indonesia yang bukan hanya ahli dalam bidang tafsir dan ilmu al Qur’an, namun
beliau juga ahli dalam bidang ilmu fiqih, ushul fiqih, hadits, dan ilmu kalam. [11] Beliau juga produktif dalam menuliskan ide-ide
dan pemikiran keislamannya.[12]
Diantara karya-karyanya dalam bidang tersebut ialah, sebagai berikut:
a. Tafsir dan ilmu al-Quran :
1.
Tafsir al-Quran Majid an-Nuur
2.
Ilmu-Ilmu al-Quran
3.
Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir
4.
Tafsir al-Bayan
b. Hadis :
1.
Mutiara hadis (Jilid I-VIII)
2.
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis
3.
Pokok-pokok Ilmu Dinayah Hadis (I-II)
4.
Koleksi Hadis-hadis Hukum (I-IX)
c. Fiqih :
1.
Hukum-Hukum Fiqih Islam
2.
Pengantar Ilmu Fiqh
3.
Pengantar Hukum Islam
4.
Pengantar Fiqh Muamalah
5.
Fiqh Mawaris
6. Pedoman Shalat
7.
Pedoman Zakat
8.
Pedoman Puasa
9.
Pedoman Haji
10.
Peradilan dan Hukum Acara Islam
11.
Interaksi Fiqh Islam dengan Syariat Agama lain (Hukuk Antar Golongan)
12.
Kuliah Ibadah
13.
Pidana Mati dalam Syariat Islam
d. Umum
1.
Al-Islam (Jilid I-II).[13]
D. Seputar Tafsir
a.
Data Filologi
Nama :
Tafsir an-Nur
Pengarang :
Teungku Hasbi Ash Shiddieqy
Jilid :
5 jilid, Jilid I terdiri dari Surat ke 1-4 (halaman 1-1021) , jilid II Surat ke
5 -10 (halaman 1023-1863) , jilid III surat ke 11-23 (halaman 1865-2779) ,
jilid IV surat ke 24-41 (halaman 2781-3682), jilid V surat ke 42-114 (halaman 3683-4760).
Tulisan :
B. Indonesia
Bahasa :
B. Indonesia
Jumlah
Halaman : xxxvi + 1024
b.
Latar belakang
penulisan Tafsir
Penulisan tafsir an Nur dimulai sejak
tahun 1952-1961 M (sembilan tahun), ini dikerjakan disela-sela kesibukannya
mengajar, memimpin Fakultas, menjadi anggota Konstituante, dan
kegiatan-kegiatan lainnya. Dengan bekal pengetahuan, semangat dan dambaannya
untuk menghadirkan sebuah kitab tafsir dalam bahasa Indonesia yang tidak hanya
sekedar terjemahan. [14]
Sebagaimana
yang dikatakan Hasbi Ash Shiddieqy dalam tafsirnya bahwa: “Indonesia
membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak
lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang
sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraanayat-ayat
itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan: bahwa al-Quran itu setengahnya
menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran yang menjadi intisari pendapat
para ahli dalam berbagai cabang ilmu dan pengetahuan yang diisyaratkan al-Quran
secara ringkas. Dengan berharap taufiq dan inayah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
kemudian dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab
hadis yang mu’tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal. Saya menyusun kitab tafsir
ini dengan saya namai An-Nur” [15]
Dari ungkapan tersebut, dapat dilihat
bahwa motivasi Hasbi Ash-Shiddieqy sangat mulia yaitu demi memenuhi hajat orang
Islam di Indonesia untuk mendapatkan tafsir dalam Bahasa Indonesia yang
lengkap, sederhana, dan mudah dipahami, serta ia menerangkan
sepenggal-sepenggal ayat al-quran dengan menulisnya menggunakan bahasa latin
dimaksudkan agar orang-orang yang tidak bisa membaca al-Quran dengan bahasa Arab
maka ia bisa membacanya dengan huruf latin.[16]
Tafsir an Nur pertama kali terbit pada
tahun 1956 M, karena itu tafsir ini tergolong kitab tafsir generasi awal yang
diterbitkan di Indonesia, sehingga merupakan pelopor dari khazanah perpustakaan
di tanah air. Tafsir ini telah dicetak sebanyak dua kali, cetakan yang kedua
telah mengalami beberapa penyempurnaan menyangkut penggantian cover
dan bahasa Indonesia oleh H. Sudarto,
seorang wartawan yang berasal dari Semarang, dan juga penyuntingan (persiapan
sistem penyusunan tafsir) oleh alm. Prof. Dr. Nourrouzzaman Shiddieqy, M. A
(salah seorang putra alm. yang wafat pada tanggal 19 Juli 1999). [17]
Dalam
menulis dan menyusun tafsirnya beliau merujuk kepada beberapa buku
tafsir terdahulu, diantaranya :
- ‘Umdatut Tafsir ‘Anil Hafidz
Ibnu katsir
- Tafsir al-Manar (karya Muhammad
Abduh)
- Tafsir al-Qasiny
- Tafsir al-Maraghi (Karya Ahmad
Musthafa al-Maraghi), dan
- Tafsir al-Wadhih.
c. Sistematika Penulisan
1.
Menyebutkan satu ayat,
atau dua ayat, atau tiga ayat
yang difirmankan Allah SWT. Untuk membawa suatu maksud, menurut tartib mushafi.
2.
Menerjemahkan makna ayat kedalam bahasa
Indonesia dengan cara yang mudah dipahamkan,
dengan memperhatikan makna-makna yang
dikehendaki masing-masing lafal.
3.
Menafsirkan ayat-ayat itu dengan merujuk kepada
sari patinya.
4.
Menerangkan ayat-ayat yang
terdapat di lain-lain surat, atau tempat yang dijadikan penafsiran bagi ayat
yang sedang ditafsirkan, atau yang sepokok, supaya mudahlah pembaca mengumpulkan,
ayat-ayat yang sepokok, dan dapatlah ayat-ayat itu ditafsirkan oleh ayat-ayat sendiri.
5.
Menerangkan sebab-sebab turun ayat,
jika memperoleh atsar yang shahih yang diakui keshahihannya oleh ahli-ahli hadis.[18]
Dalam buku literatur tafsir di paparkan
sistematika yang tercantum dalam tafsir an-Nur terdiri dari 4 (empat) tahap
pembahasan, yakni:[19]
1.
Penyebutan ayat secara tartibul mushaf tanpa di beri judul.
2.
Terjemahan ayat kedalam bahasa Indonesia dengan di beri judul
3.
Penafsiran msing-masing ayat dengan didukung oleh ayat-ayat yag lain,
hadis, riwayat sahabat, dan tabiin serta penjelasan yang ada kaitannya dengan
ayat tersebut dan tahapan ini di beri judul “tafsirannya”.
4.
Kesimpulan, intisari dari kandungan ayat yang diberi judul “kesimpulan”.
E. Karakteristik Tafsir Majid an Nur
a. Manhaj (Pendekatan)
Dengan memperhatikan pola dan model penafsiran dalam
Tafsir al-Nur, berdasarkan sumber-sumber yang dipakai dapat
dikatakan bahwa manhaj (pendekatan) yang dipakai oleh al-Shiddieqy
adalah Tafsir bi al-Ra’y.[20]
Hal ini
dapat terlihat ketika al-Shiddieqy menafsirkan surat al-Baqarah ayat 44:
A ta’muruuna
naasa bil birr wa tansauna anfusakum
“apakah kamu suruh manusia berbuat kebajikan dan kamu
lupa dirimu sendiri”
Hai ahlul kitab! Keadaanmu sungguh mengherankan. Kamu
suruh orang lain berbuat bakti, tetapi kamu sendiri tidak mau mengerjakannya.
Kelakuanmu seperti lilin yang menerangi orang lain, tetapi membakar dirinya
sendiri. [21]
Berdasarkan tafsiran tersebut penulis menyimpulkan
bahwa manhaj dari Tafsir Majid an-Nur ini menggunakan manhaj tafsir bil
Ra’yi.
Dilihat dari
cara TM. Hasbi Ash Shiddieqy dalam menafsirkan ayat dapat
dikatakan bahwa metode yang digunakannya adalah metode Tahlili[23]. Hal tersebut
dapat kita ketahui dari contoh
penafsirannya pada surat al Fatihah ayat 4, yaitu beliau
menjelaskan pengertian umum, kosakata ayat perkata, munasabah surat
dengan surat sebelumnya, asbab an-Nuzul (jika ada), dan hukum yang dapat ditarik.
Dapat dikatakan bahwa corak Tafsir al-Nur ini adalah
Tafsir al-Adabi wa al-Ijtima’iy[25]. Hal ini
tergambar secara jelas ketika beliau menafsirkan surat Ar-Ra’d
ayat 11.
d.
Contoh
penafsiran
Contoh
penafsiran QS. Ar-Ra’d ayat 11
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ
بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ إِنَّ
ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ
وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن
دُونِهِۦ مِن وَالٍ
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya;
dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Qs. Al Ra’d [13]:11)
Lahuu mu’aqqibaatum mim baini yadaihi wa min khalfihi
“Bagi manusia
ada malaikat yang berganti-ganti memeliharanya, di depannya dan di belakangnya.”
Pada tiap manusia, baik yang tersembunyi
ataupun yang menempatkan diri, ada malaikat yang terus menerus bergantian
memelihara dari kemudharatan dan memperhatikan gerak geriknya, sebagaimana
berganti-ganti pula malaikat lain yang mencatat segala amalnya, yang baik
ataupun yang buruk.ada malaikat malam dan ada malaikat siang. Satu berada di
sebelah kanan dan satu di sebelah kiri, semuanya mencatat segala amalan. Yang
sebelah kanan mencatat kebajikan dan sebelah kiri mencatat kejahatan. Ada lagi
dua malaikat yang memeliharanya dan mengawalnya. Yang satu di belakang dan
satunya di muka.
Yahfa-zhuunahuu min amrillahi
“Mereka memeliharanya dengan perintah
Allah.”
Para malaikat memelihara manusia dengan
perintah Allah dan dengan izin-Nya. Sebagaimana Allah menjadikan beberapa sebab
bagi anggota yang nyata, seperti dijadikannya pelupuk mata ang bertujuan
memelihara mata, demikian pula Allah menjadikan beberapa sebab bagi hal-hal
yang tidak dapat dirasakan oleh pancaindera. Maka Allah menjadikan para
malaikat menjadi sebab bagi terpeliharanya manusia. Allah menjadikan kiraaman
kaatibiin untuk memelihara amalan-amalan kita. Walaupun kita tidak mengetahui
bagaimana kalamnya, bagaimana tintanya, dan bagaimana tulisannya.
Innallaaha
laa yu-ghayyiru maa biqaumin hatta yu-ghayyiruu maa bi anfusihim
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga
mereka mengubah keadaan dirinya.”
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nikmat dan afiat yang
telah diberikan kepada suatu kaum atau dihilangkan dari mereka, kecuali kaum
itu mengubah keadaan dirinya yang baik diganti dengan yang buruk dan satu sama
lain dari mereka saling menganiaya. Jika mereka telah meninggalkan kebajiakan
dan amalan shaleh yang di ridhoi oleh Allah dan Rasul-Nya, maka keadaan mereka
pun diubah dari keadaan mereka menjadi terjajah.
Wa
i-dzaa araadallaahu bi qaumin suu-an fa laa maradda lahuu
“Apabila Allh berkehendak menimpakan
sesuatu siksa kepada suatu kaum, maka tidak adaa yang dapat menolaknya.”
Apabila Allah berkehendak menimpakan azab kepada suatu kaum,
baik azab itu berupa penjajahan, penyakit, atau kemiskinan yang disebabkan oleh
keburukan amalan mereka, maka sungguh tidak ada yang dapat menolak siksa Allah
iu. Ayat ini memberikan pengertian, sepantasnya meekaa tidak meminta supaya
dipercepat azabnya, karena semuanya tergantung pada penetapan Allah.
Wa
maa lahum min duunillahii miw waal
“Tidak ada bagi mereka seorang penolong yang selain dari
Allah”.
Tidak ada
selain Allah yang mengendaalikan urusan mereka, tidak pula mampu mendatangkan
kemanfaatan atau menolak suatu kemudharatan.[26]
e.
Kelebihan
dan KekuranganTafsir Majid an-Nur
a. Kelebihan
1.
Menggunakan
bahasa Indonesia yang memudahkan orang Indonesia dalam memahami makna al-Quran,
khususnya untuk seseorang yang belum mengerti bahasa Arab dengan baik.
2.
Menggunakan bahasa yang mudah
dipahami.
3.
Menuliskan
tempat turunnya surat dan jumlah ayat.
4.
Menjelaskan
kandungan isi surat.
5.
Menjelaskan
kaitan surat tersebut dengan surat sebelumnya
6.
Menjelaskan
sejarah turunnya surat.
7.
Ada
kesimpulan dari setiap ayat.
8.
Dalam
daftar isinya penulis mengemukakan makna atau maksud dari ayat tersebut
b. Kekurangan
1.
Tidak menyebutkan foot
note atau
catatan kaki
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan
bahwa Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy yaitu seorang ulama dalam berbagai
disiplin ilmu dan penulis di Indonesia. Ia sangat produktif dalam menuliskan gagasan
keislamannya, ditandai dengan berbagai jenis karyanya yang mencakup berbagai disiplin
ilmu keislaman. Mulai dari fiqh, hadis, tafsir dan bidang lainnya
Tafsir al-Nur karya
Hasbi ash-Shiddieqy ini merupakan karya besar yang bisa disebut karya tafsir
dilihat dari segi penjelasan-penjelasannya untuk memudahkan para pembaca
memahami makna yang terkandung dalam firman Allah. Meski demikian, tafsir yang
dimaksudkan bukan sebesar dan setekun kitab-kitab tafsir yang pernah ada karena
pemaknaannya tersaji secara sederhana. Namun bagaimana pun tafsir ini telah
memberikan sumbangsih yang besar bagi
perkembangan diskursus tafsir di Indonesia.
Metode
penulisan yang digunakan
oleh
Hasbi ash-Shiddieqy dalam kitab Majid an-Nur
ini
dengan
menggunakan
pendekatan
tafsir
bilar-Ro’yi, menggunakan
metode
tafsir
tahlili, dan
menggunakan
corak
Adabi iIjtima’i.
Karya ini juga dapat dikatakan mampu
memberikan khazanah intelektual Muslim yang masih harus dipahami dan
dikembangkan sesuai dengan situasi ruang dan waktu yang berubah setiap saat.
Oleh karena itu, secara keilmuan, karya Hasbi ini tetap merupakan produk zaman
dan masih harus melihat kesempurnaan-kesempurnaan lain pada zaman berikutnya.
Ukuran-ukuran kemajuan akan segera tercapai manakala sebuah karya dianggap
sebagai sebuah prosessejarah yang senantiasa mengalami transisi pada kurun
temuan ahli berikutnya.
B. Saran
Demikinlah makalah yang dapat
penulis susun, penulis sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan demi membangun perbaikan dan pengembangan. Dan semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan kita dan semoga bermanfaat Aamiin.
DAFTAR
PUSTAKA
Amir, Mafri. 2013. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat:
Mazhab Ciputat.
Anwar, Rosihon. 2005.
Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.
Ash-Shiddieqy, Teungku
Muhammad Hasbi. 2009. Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir.
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
https://id.m.wikipedia.org, pada tanggal
09 November 2018, pukul 09:03.
https://kbbi.web.id/konstituante, pada tanggal 09 November 2018, pukul 18:38.
Junaidi, Zamakhsari. T.M.
Hasbi: Mujtahid Muqarin yang Produktif. Majalah Pesantren.
Mansyur, Umar. 2014. Mengenal
Tafsir An-Nur Karya Hasbi Ash-Shiddieqy, fada. Iainuruljadid.
pendidikanislam95.blogspot.com, pada tanggal 09 Nobember 2018, pukul
10:59.
Rahmawati. 2015. Istinbat
Hukum Hasbi Ash Shiddieqy. Yogyakarta: Deepublish.
Said, Hasani Ahmad. 2015. Diskursus Munasabah al Qur’an dalam
Tafsir Al Misbah. Jakarta: AMZAH.
Shihab,
M. Quraish. 2013. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, danAturan yang Patut
Anda
Ketahui
dalam
Memahami al-Quran. Tangerang: Lentera
Hati
LAMPIRAN
Gambar 1.1.
Profil TM. Hasbi Ash Shiddieqy
Gambar 1.2. Tafsir al Qur’an Majid an Nur karya
TM. Hasbi Ash Shiddieqy
[1]Umar Mansyur, Mengenal Tafsir
An-Nur Karya Hasbi Ash-Shiddieqy, fada. Iainuruljadid, 2014
[2] Lhokseumawe Adalah sebuah kota
di provinsi Aceh Utara, Indonesia. Kota ini berada persis di tengah-tengah
jalur timur Sumatera. Berada di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini
merupakan jalur vital distribusi dan perdagangan di Aceh. Di akses dari https://id.m.wikipedia.org, pada tanggal
09 November 2018, pukul 09:03.
[3]Ulama di Aceh disebut dengan
panggilan Teungku. Gelar ini bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkat kealiman
atau jabatan yang dipangkunya. Lihat catatan kaki Rahmawati, Istinbat Hukum
Hasbi Ash Shiddieqy, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), Ed. 1, Cet. 1, h. 111.
[4]
Rahmawati, Istinbat
Hukum Hasbi Ash Shiddieqy, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), Ed. 1, Cet. 1,
h. 111-112.
[5]
Mafri Amir, Literatur
Tafsir Indonesia, (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), Cet. 2, h. 159.
[6] Meunasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang
terdapat di Aceh. Lembaga ini bukan hanya
tempat belajar bagi anak-anak namun juga biasanya digunakan sebagai
lambang kesatuan masyarakat Aceh, pusat penyiaran berita untuk warga, tempat
tadarus al qur’an, dan lain sebagainya. meunasah ini juga biasanya
dipimpin oleh seorang Teungku, yang disebut Teungku Meunasah. di akses dari pendidikanislam95.blogspot.com, pada tanggal 09 Nobember 2018, pukul 10:59.
[7]
Rahmawati, Istinbat
Hukum Hasbi Ash Shiddieqy, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), Ed. 1, Cet. 1,
h. 112.
[8]
Mafri Amir, Literatur
Tafsir Indonesia, (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), Cet. 2, h. 162.
[9] Syekh Muhammad Salim adalah seorang ulama besar yang bermukim di Lhokseumawe,
yang pernah memimpin majalah al-Imam pembawa suara pembaharuan
di Semenanjung Melayu. Yang dimaksud dengan pembaharuan tersebut adalah
pembaharuan yang dilancarkan oleh Muhammad Abduh bersama Rasyid ridha melalui
majalah al-Manar. Lihat Zamakhsari Junaidi, T.M. Hasbi:
Mujtahid Muqarin yang Produktif, Majalah Pesantren, No. 2/ vol. 11/ 1985,
hal. 63.
[10] panitia atau dewan pembentuk undang-undang dasar. diakses
dari https://kbbi.web.id/konstituante,
pada tanggal 09 November 2018, pukul
18:38.
[11]
Mafri Amir, Literatur
Tafsir Indonesia, (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), Cet. 2, h. 158.
[12]
Mafri Amir, Literatur
Tafsir Indonesia, (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), Cet. 2, h. 160.
[13]Teungku Muhammad Hasbi
Ah-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, ( Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 2009), Vol. 1, h. Xxi.
[14]
Mafri Amir, Literatur
Tafsir Indonesia, (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), Cet. 2, h.157.
[15]Teungku Muhammad Hasbi
Ah-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, ( Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 2009), Vol. 1, h. xii.
[16]
Mafri Amir, Literatur
Tafsir Indonesia, (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), Cet. 2, h.164.
[17]
Mafri Amir, Literatur
Tafsir Indonesia, (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), Cet. 2, h.158.
[19].Mafri Amir, Literatur Tafsir
Indonesia (Tangsel: Mazhab Ciputat,2013), hlm. 165
[20]
disebut juga tafsir ad
dirayah, yaitu tafsir yang penjelasannya diambil berdasarkan ijtihad dan
pemikiran mufassir setelah mengetahui bahasa Arab, kosakata-kosakata bahasa
Arab dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukan, serta problema penafsiran,
seperti asbab nuzul, dan nasikh mansukh. Lihat Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir,
(Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. III, hlm. 151.
[21] Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid al-Nur , (Semarang,
Pustaka Rizqi Putra, 1995), Jil. 1, hlm.
98.
[22] Para ulama tafsir belakangan
membagi metode penulisan tafsir kepada empat bentuk tafsir, yaitu: 1) Tahlili
atau biasa juga dikenal dengan tafsir analitis. 2) Ijmali; metode ijmali
ialah metode penafsiran al Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan makna
umum (global). Dalam menyajikannya, mufasir menggunakan kata-kata atau
kalimat-kalimat penghubung, mufasir juga meneliti asbab al nuzul, peristiwa
yang melatar belakangi turunnya ayat maupun hadis-hadis yang berkaitan
dengannya. 3) Muqaran (perbandingan);
metode ini dilakukan dengan cara membandingkan ayait-ayat al Qur’an yang
memiliki redaksi yang berbeda, tetapi isi kandungannya sama, atau membandingkan
antara ayat-ayat yang memiliki redaksi yang mirip, tetapi isi kandungannya
berbeda. 4) Maudhu’i (tematis); metode ini dibagi menjadi dua yaitu: Pertama,
tafsir yang membahas satu surah al Qur’an secara menyeluruh, memperkenalkan,
serta menjelaskan maksud-maksud umum dan khususnya secara garis besar dengan
caramenghubungkan ayat yang satu dengan ayat yang lainnya atau menghubungkan
satu pokok masalah dengan masalah lainnya. Kedua, tafsir yang menghimpun
dan menyusun ayat-ayat al Qur’an yang memiliki kesamaan arah dan tema kemudian
memberikan penjelasan dan mengambil kesimpulan dibawah bahasan satu tema
tertentu. Lihat Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur’an dalam Tafsir
Al Misbah, (Jakarta: AMZAH, 2015), Ed. 1, Cet. 1, hlm. 122-123.
[23] Metode tahlili adalah
metode yang berusaha menjelaskan kandungan ayat –ayat al-Quran dari berbagai
seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan keinginan mufassirnya yang
dihidangkannya secara runtut sesuai dengan perurutan ayat-ayat dalam mushaf. Biasanya
yang dihidangkan itu mencakup pengertian umum, kosakata ayat,
munasabah/hubungan ayat dengan ayat sebelumnya, sebab an-Nuzul (kalauada),
makna global ayat, hukum yang dapat ditarik, yang tidak jarang mengahadirkan
aneka pendapat ulama madzhab, ada juga yang menambahkan uraian tentang aneka qira’at,
I’rob ayat-ayat yang ditafsirkan, serta keistimewaan susunan
kata-katanya. Lihat M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir:
Syarat, Ketentuan, danAturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami
al-Quran, ( Tangerang: Lentera
Hati, 2013 ),
hlm. 378
[24] Corak (laun) bukanlah
merupakan sesuatu yang baru, melainkan telah dikenal sejak turunnya Al Qur’an
kepada Rasulullah Saw., dan itu diisyaratkan sendiri oleh al Qur’an serta
dikuatkan oleh hadis Nabi yang mengatakan bahwa: “Setiap ayat memiliki makna
lahir dan batin, setiap huruf memiliki batasan-batasan tertentu, dan setiap
batasan memiliki tempat untuk melihatnya”. Sebagaimana yang ditulis oleh
Rosihon Anwar dalam bukunya “Ilmu Tafsir” bahwa Ada lima corak dalam
dunia penafsiran al Qur’an, diantaranya: 1) Tafsir Sufistik, 2) Tafsir Fiqhi,
3) Tafsir Falsafi, 4) Tafsir Ilmi, 5) Tafsir Adabi Ijtima’i.
Lihat Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet.
III, hlm. 165-173.
[25] Tafsit Adabi Ijtima’i berupaya
menyingkap keindahan bahasa al Qur’an dan mukjizat-mukjizatnya, menjelaskan
makna dan maksudnya, memperlihatkan aturan-aturan al Qur’an tentang
kemasyarakatan, dan mengatasi persoalan yang dihadapi umat Islam secara khusus
dan permasalahan umat lainnya secara umum. Lihat Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir,
(Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. III, hlm. 173.
[26]Teungku Muhammad Hasbi Ah-Shiddieqy,
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), Vol.
3, h. 2074-2075.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar